Kasus Korupsi E-Procurement KPU Pangkep. Tiga Komisioner Jadi Tersangka, Kerugian Negara Ratusan Juta

Table of Contents

 


 

PANGKEP – Kejaksaan Negeri Pangkep menetapkan tiga komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pangkep sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan melalui metode e-procurement tahun anggaran 2024. Kasus ini menambah daftar panjang masalah hukum yang menjerat penyelenggara pemilu di berbagai daerah.

Kepala Kejaksaan Negeri Pangkep, Jhon Ilef Malamassam, mengumumkan penetapan tersangka ini dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (1/12/2025) malam. Ketiga komisioner yang ditetapkan sebagai tersangka adalah AS, I, dan M. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik bidang tindak pidana khusus melakukan serangkaian pemeriksaan intensif.

"Penetapan tersangka ini berdasarkan pada dua alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP," tegas Jhon. Pada hari yang sama, tujuh saksi diperiksa, dan tiga di antaranya langsung ditingkatkan statusnya menjadi tersangka. Secara keseluruhan, penyidik telah memeriksa 28 saksi dan meminta keterangan dari tiga ahli.

Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa AS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga kuat bersekongkol dengan Ketua KPU Pangkep berinisial I dan Komisioner M. Ketiganya diduga melakukan intervensi dalam proses pengadaan barang/jasa, meskipun Ketua dan Komisioner KPU sebenarnya tidak memiliki kewenangan teknis dalam pengaturan pengadaan tersebut.

AS diduga mengikuti arahan dari I dan M dalam menentukan calon penyedia barang/jasa, tanpa mengindahkan mekanisme e-procurement yang seharusnya dijalankan secara transparan dan akuntabel. Lebih lanjut, dokumen teknis dan harga yang seharusnya disiapkan oleh PPK, justru dibuat oleh pihak penyedia yang telah ditentukan sebelumnya. Proses negosiasi harga pun hanya dilakukan sebagai formalitas belaka, guna menutupi praktik penyimpangan yang terjadi.

"Tujuan utama dari persekongkolan ini adalah untuk memperoleh fee atau imbalan dari penyedia yang telah diarahkan sebagai pemenang," ungkap Jhon. Praktik korupsi seperti ini jelas menciderai prinsip-prinsip demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.

Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan, kerugian negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp554.403.275. Penyidik telah berhasil menyita uang tunai sebesar Rp205.645.803 sebagai barang bukti. Namun, sekitar Rp300 juta dari total kerugian negara masih belum dikembalikan.

Kami berharap, sisa kerugian negara ini dapat dikembalikan pada proses hukum selanjutnya, kata Jhon, menunjukkan komitmen Kejaksaan Negeri Pangkep untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, ketiga komisioner tersebut telah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan dalam kondisi baik. Mereka kemudian langsung ditahan di Rutan Kelas IIB Pangkep selama 20 hari, terhitung mulai 1 Desember hingga 20 Desember 2025.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP terkait tindak pidana korupsi. Ancaman hukuman bagi pelaku korupsi dalam pasal ini cukup berat, yaitu pidana penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Kasus korupsi yang menjerat komisioner KPU Pangkep ini menjadi tamparan keras bagi integritas penyelenggara pemilu. Masyarakat berharap, kasus ini dapat diusut tuntas dan menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu lainnya untuk tidak melakukan praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan mencederai demokrasi.

Menanggapi kasus ini, berbagai pihak menyerukan agar proses hukum berjalan transparan dan adil. Koalisi masyarakat sipil mendorong Kejaksaan Negeri Pangkep untuk mengembangkan kasus ini dan mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Kami berharap, kasus ini tidak hanya berhenti pada tiga komisioner ini saja. Harus ada pendalaman lebih lanjut untuk mengungkap pihak lain yang terlibat, ujar perwakilan koalisi.

Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk lebih aktif mengawasi jalannya proses pemilu dan melaporkan jika menemukan adanya indikasi kecurangan atau korupsi. Partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk menjaga integritas pemilu dan memastikan bahwa suara rakyat tidak dikhianati.*

( Ahmad Latif/RNN Com. )

Tak-berjudul81-20250220065525