Penangkapan ARM Memantik Amarah Publik: Warga Pohuwato Kian Murka Atas Dugaan Ketidakadilan Penegakan Hukum

Table of Contents

 



Pohuwato — Penangkapan seorang warga berinisial ARM di wilayah Hutino pada Kamis (20/11/2025) kembali menyulut gelombang kemarahan masyarakat terhadap Polres Pohuwato. ARM, yang dikenal sebagai sosok vokal dalam memperjuangkan hak-hak warga atas pengelolaan sumber daya alam, diborgol oleh sekitar dua puluh petugas di area yang diduga sebagai lokasi PETI. Ironisnya, penangkapan itu dilakukan tanpa penjelasan yang jelas kepada publik, membuat warga mempertanyakan transparansi serta motif di balik tindakan tersebut.

Bagi masyarakat Pohuwato, insiden ini menambah panjang daftar peristiwa yang dianggap mencerminkan ketidakadilan penegakan hukum. Ketika menyangkut rakyat kecil, tindakan cepat dan represif selalu bisa dilakukan. Namun saat kasus menyentuh pihak-pihak yang dinilai memiliki kekuatan, proses hukum justru seolah berjalan lambat, bahkan tak jarang berhenti tanpa kejelasan.

“Tindakan cepat terhadap warga kecil selalu bisa dilakukan. Tapi bagaimana dengan kasus besar yang sampai hari ini tidak ada kepastian? Inilah yang membuat kami kecewa,” ungkap seorang warga yang menyaksikan momen penangkapan ARM.

Kemurkaan warga semakin memuncak ketika mereka membandingkan peristiwa Hutino dengan sejumlah kasus besar lain yang penanganannya dinilai tak transparan. Di Bulangita, misalnya, dua warga yang diduga menjadi korban tragedi hingga kini belum mendapat kejelasan hukum yang layak. Penyebab peristiwa tersebut maupun perkembangan penyelidikannya masih menjadi tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Hal serupa terjadi di Potabo, tempat seorang warga meregang nyawa dalam insiden yang sempat menggegerkan publik. Namun, perjalanan kasus tersebut dinilai tak jelas arahnya. Informasi perkembangan penyidikan hampir tidak terdengar, membuat warga menduga ada sesuatu yang sengaja ditutupi.

Polemik di Tomula pun terus membayangi. Warga menilai penanganan kasus di wilayah itu berjalan di tempat, tanpa adanya penjelasan komprehensif dari aparat maupun instansi terkait. “Kasus ini seperti sengaja dibuat kabur. Tidak ada update, tidak ada keterbukaan,” ujar warga lainnya.

Kemarahan publik semakin membesar ketika mereka mengaitkan rangkaian peristiwa itu dengan kasus dua warga Taluduyunu, yakni DW dan DA. Keduanya telah menjalani masa tahanan selama tiga bulan dan kini memasuki proses persidangan. Namun yang membuat warga terpukul adalah fakta bahwa pemilik excavator, alat utama dalam dugaan aktivitas PETI tersebut, hingga kini belum ditahan, meskipun kasusnya telah dilimpahkan Polres Pohuwato ke kejaksaan.

“DW dan DA sudah tiga bulan ditahan, sementara pemilik excavator yang jelas-jelas punya peran besar malah belum disentuh. Jadi, sebenarnya hukum ini untuk siapa?” keluh seorang tokoh masyarakat.

Peristiwa demi peristiwa yang menimpa warga kecil ini semakin mempertebal kekecewaan publik terhadap apa yang mereka anggap sebagai penegakan hukum yang tebang pilih. Penangkapan ARM kini menjadi simbol terbaru dari akumulasi ketidakpuasan itu.

Masyarakat menunggu langkah tegas berupa penjelasan terbuka dari Polres Pohuwato, apa dasar penangkapan ARM, bagaimana proses hukum akan berjalan, dan sejauh mana perkembangan kasus-kasus besar yang hingga kini tak menemukan titik terang.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi mengenai penangkapan ARM maupun perkembangan berbagai kasus yang kembali menjadi sorotan publik. (***)

Tak-berjudul81-20250220065525