Haidar Alwi Tegaskan Reformasi Kultural Polri Adalah Investasi Strategis Bagi Masa Depan Indonesia

Table of Contents

 


Nasional — Di tengah dinamika sosial dan tantangan keamanan yang semakin kompleks, reformasi kepolisian kembali menjadi sorotan publik. Meski Polri telah melewati lebih dari dua dekade perjalanan reformasi sejak berpisah dari ABRI pada 1999, terdapat satu fondasi penting yang dinilai masih membutuhkan penguatan: kultur institusi. Menurut Ir. R. Haidar Alwi, MT, Pendiri Haidar Alwi Care, Pendiri Haidar Alwi Institute, dan Dewan Pembina Ikatan Alumni ITB, reformasi kultural Polri merupakan investasi jangka panjang yang akan menentukan kualitas keamanan nasional di masa depan.

Haidar Alwi menegaskan bahwa memahami reformasi Polri tidak dapat dilakukan secara parsial atau hanya melalui pergantian figur pimpinan. “Perubahan dalam institusi sebesar Polri tidak lahir dari satu orang. Yang menentukan masa depan Polri adalah internalisasi nilai, disiplin, dan budaya pelayanan yang konsisten dari generasi ke generasi. Karena itu reformasi kultural jauh lebih penting daripada sekadar mengganti kepala,” ujarnya.

Pernyataan ini sekaligus menegaskan bahwa reformasi Polri bukan tentang siapa, tetapi tentang bagaimana institusi tersebut membangun dirinya dari dalam.

Capaian Struktural dan Tantangan Kultural!

Selama lebih dari dua dekade, Polri telah menunjukkan berbagai kemajuan signifikan, mulai dari modernisasi layanan publik melalui PRESISI, digitalisasi administrasi, peningkatan transparansi informasi, hingga tata kelola yang semakin baik. Masyarakat kini dapat membuat laporan dan mengakses layanan secara lebih mudah dan terbuka, sebuah capaian penting dari reformasi struktural.

Namun demikian, Haidar menilai perubahan struktural saja belum cukup. Perubahan paling menentukan justru berada pada ranah yang tidak tampak oleh mata: kultur. “Struktur bisa diperbaiki dengan regulasi, teknologi bisa dibeli, sistem bisa disempurnakan. Tetapi kultur hanya dapat berubah apabila nilai-nilai baik ditanamkan, dijaga, dan diteladankan,” imbuhnya.

Menurutnya, masalah pelayanan yang tidak merata, pola komando yang kadang lebih dominan daripada pendekatan humanis, hingga fokus kinerja yang lebih mengutamakan angka dibanding kualitas relasi dengan masyarakat adalah celah-celah yang masih perlu pembenahan.

Polmas: Fondasi Kepercayaan Polisi dan Masyarakat!

Untuk membangun kultur tersebut, Polri sebenarnya memiliki aset strategis, Polmas atau Pemolisian Masyarakat. Konsep Polmas menempatkan polisi dan masyarakat sebagai mitra sejajar dalam menjaga ketertiban.

“Polmas bukan sekadar metode, tetapi jembatan kepercayaan antara polisi dan masyarakat. Kepercayaan adalah energi terbesar sebuah negara. Dengan Polmas, Polri membangun legitimasi moralnya sebagai penjaga ketertiban dan pengayom masyarakat,” jelas Haidar.

Dalam menghadapi kejahatan modern seperti hoaks, kejahatan siber, perdagangan manusia, eksploitasi anak hingga radikalisasi digital, Polmas dianggap semakin penting. Pendekatan represif semata dinilai tidak cukup tanpa adanya kedekatan sosial yang membuat polisi mampu mengenali ancaman sejak dini.

Meluruskan Fokus Publik: Dari Figur ke Kultur!

Di tengah diskursus publik yang kerap terfokus pada pergantian Kapolri, Haidar Alwi mengingatkan bahwa penyederhanaan masalah Polri menjadi semata-mata persoalan figur adalah kekeliruan yang dapat merugikan proses reformasi itu sendiri.

“Institusi sebesar Polri tidak bisa dilihat hanya dari satu kursi. Jika fokus publik hanya diarahkan pada figur, maka kita gagal melihat tubuh organisasi secara utuh. Yang harus diperbaiki adalah kultur, bukan sekadar kepala,” tegasnya.

Ia menilai kritik publik tetap diperlukan, namun harus didasarkan pada pengetahuan, empati, dan pemahaman mendalam mengenai proses perubahan yang sedang dijalankan Polri.

Reformasi Kultural: Investasi untuk Masa Depan Bangsa!

Bagi Haidar Alwi, reformasi kultural Polri bukan sekadar agenda internal institusi kepolisian, melainkan kepentingan nasional. Negara-negara maju memiliki kesamaan: kepolisian yang kuat secara nilai dan dipercaya masyarakat.

Stabilitas keamanan nasional, kualitas demokrasi, hingga pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat berdiri kokoh tanpa institusi kepolisian yang dipercaya publik. Inilah sebabnya reformasi kultural Polri harus dipahami sebagai investasi jangka panjang bagi bangsa.

“Ketika kita memperkuat kultur Polri, kita sesungguhnya sedang memperkuat masa depan bangsa. Reformasi kultural adalah warisan terbaik yang dapat kita titipkan kepada generasi Indonesia berikutnya,” pungkas Haidar Alwi.

Dengan demikian, pesan utama Haidar Alwi jelas, reformasi Polri harus bergerak dari struktur menuju kultur, karena masa depan bangsa bergantung pada nilai yang tumbuh dan hidup dalam tubuh kepolisian hari ini. (Rey)

Tak-berjudul81-20250220065525