Aktivis Bongkar Dugaan Tambang Ilegal di Juriya: Polda & Imigrasi Didesak Bertindak: “Jangan Tunggu Hutan Hancur!”
Gorontalo — Gelombang kekecewaan masyarakat kembali menguat di Provinsi Gorontalo. Publik dikejutkan oleh beredarnya video warga Desa Juriya, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo, yang melakukan aksi pencegatan terhadap alat berat yang diduga hendak membuka akses tambang ilegal di kawasan hutan desa tersebut.
Aksi itu bukan sekadar protes spontan, tetapi simbol perlawanan masyarakat untuk melindungi tanah dan hutan mereka dari dugaan praktik perusakan alam demi perburuan emas ilegal.
Sorotan tegas datang dari aktivis lingkungan Gorontalo, Rahman Patingki, mantan Sekretaris Jenderal BEM Universitas Negeri Gorontalo (2022), yang selama ini diketahui konsisten mengawal isu PETI dan kerusakan lingkungan. Bersama tim investigasinya, Rahman mendapati indikasi kuat bahwa telah terjadi pembukaan akses jalan menggunakan alat berat di kawasan Juriya.
Yang mengkhawatirkan, alat berat itu disebut telah beroperasi hampir tiga bulan, tanpa ada tanda-tanda penindakan serius dari aparat penegak hukum.
Rahman mengapresiasi keberanian warga Juriya yang berani menghentikan alat berat tersebut di lapangan. Saat warga meminta ditunjukkan izin resmi, pihak yang diduga terlibat tidak dapat memperlihatkan satu pun dokumen legal. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa aktivitas tersebut ilegal dan tidak memiliki izin usaha pertambangan.
Dalam penelusuran awal, Rahman bahkan menyebut dugaan adanya aktor yang berasal dari luar daerah, bahkan disebut bukan warga negara Indonesia. Jika benar demikian, maka pertanyaan besar muncul: di mana fungsi pengawasan Imigrasi?
Masuknya pihak asing bukan untuk pariwisata atau kegiatan resmi, melainkan untuk dugaan aktivitas pertambangan ilegal, menjadi sinyal buruk bagi tata kelola keamanan daerah dan komitmen penegakan hukum.
Rahman menegaskan, bila Polda Gorontalo, Imigrasi Wilayah Gorontalo, dan Pemerintah Kabupaten Gorontalo berdiam diri, maka Desa Juriya terancam menjadi “wilayah korban” selanjutnya, seperti tragedi hutan rusak di beberapa titik lain di Gorontalo.
Ia juga menyoroti peran pemerintah desa dan meminta penyelidikan apabila ditemukan indikasi pembiaran atau keterlibatan oknum lokal yang memfasilitasi alat berat tersebut.
"Jangan tunggu hutan rusak, sungai tercemar, dan masyarakat jadi korban,” tegas Rahman.
Bupati Gorontalo pun didesak turun tangan langsung, menunjukkan kepemimpinan yang berpihak pada masyarakat dan lingkungan, bukan pada kepentingan kelompok tertentu.
Kini bola ada di tangan aparat.
Masyarakat sudah bicara lantang,
tinggal dibuktikan apakah hukum benar-benar jadi panglima di Gorontalo, atau justru kalah oleh tekanan dan permainan gelap mafia tambang. (***)


