Air Mata di Balik Pena: Refsi Rey Musa Kenang Keteguhan Sang Ayah di Hari Ayah Nasional
Kabupaten Gorontalo — Ada kisah yang tak pernah lekang oleh waktu, kisah yang tersimpan di balik ketegaran seorang anak yang kini tumbuh menjadi pemimpin dan panutan banyak orang. Di Hari Ayah Nasional, Ketua DPC Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Kabupaten Gorontalo, Refsi Rey Musa, tak kuasa menahan haru saat mengenang sosok yang membentuk dirinya menjadi seperti hari ini, sang ayah, lelaki sederhana yang hidup dalam keterbatasan, namun berhati seluas samudra.
Di ujung selatan Sulawesi Utara, Rey kecil tumbuh dalam rumah berdinding papan dan beratap rumbia yang bocor bila hujan datang. Tak ada kemewahan, tak ada uang jajan untuk sekolah. Namun setiap pagi, sang ayah dengan mata yang lelah tapi penuh cinta, selalu memastikan kelima anaknya bisa berangkat sekolah dengan doa dan harapan yang sama: “Jadilah orang baik, Nak. Itu cukup untuk membahagiakan Ayah.”
Kata-kata itu melekat di dada Rey, menjadi bekal hidup yang tak ternilai. Ia menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya menahan lapar demi anak-anaknya bisa makan, menunda istirahat demi mencari sesuap rezeki. Tak ada keluhan, hanya senyum yang disembunyikan di balik garis wajah yang mulai renta.
Kini, setelah meniti karier panjang di dunia jurnalistik sejak 2008, Refsi Rey Musa mengaku setiap kali menatap wajah anak-anaknya, bayangan sang ayah selalu hadir di benaknya. Ada rasa rindu, ada rasa bangga, tapi juga ada sesal, karena tak semua pengorbanan ayah belum sempat ia balas.
“Bagi saya, ayah bukan sekadar sosok kepala keluarga. Ayah adalah guru kehidupan yang mengajarkan arti tanggung jawab, kesabaran, dan kasih sayang tanpa batas,” ungkap Rey dengan suara bergetar.
Sebagai seorang ayah kini, ia bertekad meneladani jejak kasih sayang itu — bukan hanya dengan kata-kata, tetapi lewat tindakan nyata. Ia ingin anak-anaknya kelak memahami, bahwa cinta seorang ayah tidak selalu lantang diucapkan, tapi senantiasa terasa dalam setiap perjuangan yang sunyi.
Dalam hening Hari Ayah Nasional ini, Rey menundukkan kepala, mengenang setiap peluh dan doa ayahnya. “Kalau hari ini saya berdiri tegak, itu karena tangan kasar ayah dulu yang menuntun langkah saya,” ujarnya lirih.
Sebuah pesan yang sederhana, namun mengguncang relung hati siapa pun yang mendengarnya , bahwa di balik kesuksesan seorang anak, selalu ada ayah yang berjuang tanpa tanda jasa, tanpa pamrih, hanya bermodal cinta yang tak pernah padam.(*)


