Warga Gorontalo Diduga Jadi Korban Perampasan Mobil oleh Leasing, Mandiri Utama Finance Dituding Langgar Hukum Fidusia
RNN.com - Pohuwato, 30 Juli 2025 – Dugaan pelanggaran hukum kembali menyeruak di tengah masyarakat Gorontalo, kali ini melibatkan perusahaan pembiayaan Mandiri Utama Finance (MUF). Seorang warga bernama Hendra Lumawu, warga Desa Mulyonegoro, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, mengaku mobil pick up miliknya dirampas secara paksa oleh sekelompok pria yang mengaku sebagai perwakilan MUF tanpa adanya putusan pengadilan.
Peristiwa itu terjadi pada Senin (28/7) di wilayah Marisa, Kabupaten Pohuwato, saat Hendra tengah menjalankan aktivitas usahanya mengantar ikan. Menurut pengakuannya, ia dihampiri oleh empat pria tak dikenal yang membawanya ke lokasi sepi dan memaksanya menandatangani dua lembar kertas, satu di antaranya bertuliskan sesuatu yang tak sempat dibaca, dan satu lagi kosong. Dalam kondisi tertekan, Hendra menuruti permintaan tersebut.
“Mereka suruh saya tanda tangan di tempat sepi. Saya takut, jadi saya ikut saja,” ungkap Hendra kepada wartawan.
Mobil bernopol DM 8046 BO miliknya kemudian dibawa kabur dengan alasan “penarikan oleh leasing”. Aksi itu sempat mengundang kejar-kejaran oleh pihak keluarga Hendra yang akhirnya berhasil menghentikan kendaraan tersebut di Desa Molombulahe, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo. Saat dihentikan, mobil itu disebut telah berisi barang-barang milik orang lain.
“Padahal mobil itu sebelumnya kosong. Tiba-tiba diisi barang seolah-olah bukan mobil kami,” kata Hendra.
Situasi sempat memanas dan akhirnya ditengahi oleh pihak Polsek setempat yang mengamankan mobil dan membawa kedua pihak ke kantor polisi.
Namun polemik belum berakhir. Keesokan harinya, saat keluarga Hendra mendatangi kantor MUF di Kota Gorontalo, mereka justru mendapat tawaran “take over ke leasing lain” sebagai solusi, dengan janji bahwa seluruh proses akan dibantu. Mobil kemudian dibawa ke kantor leasing untuk pengecekan fisik.
“Kami diminta percaya, tapi setelah mobil dibawa ke gudang, tidak ada kejelasan sampai sekarang,” ujar Hendra, yang mengaku sempat menawarkan pelunasan tunggakan selama dua bulan secara tunai. Sayangnya, permintaan tersebut ditolak pihak leasing dengan alasan “sistem telah terblokir”.
“Saya tidak menyangkal ada tunggakan. Tapi saya siap bayar. Kenapa malah dirampas tanpa proses pengadilan?” keluhnya.
Sementara itu, seseorang bernama Rahmat yang disebut sebagai perantara MUF menyampaikan bantahan atas tudingan perampasan. Dalam pesan singkatnya, ia mengklaim proses telah sesuai prosedur dan mengaku memiliki kuasa penarikan meski menyatakan bukan bagian resmi dari MUF. Ia juga menyebut bahwa mobil bukan atas nama debitur, sehingga tidak perlu melalui pengadilan. Klaim ini menuai kritik karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, yang mewajibkan proses pengadilan dalam eksekusi objek jaminan.
Praktik seperti ini dinilai telah mencederai prinsip hukum dan hak konsumen. Pengambilan objek fidusia tanpa dasar hukum tetap dipandang sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum dan bentuk intimidasi terhadap masyarakat kecil.
Menanggapi kejadian ini, sejumlah pihak mendesak aparat penegak hukum dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera menyelidiki praktik penarikan kendaraan oleh MUF di wilayah Gorontalo.
“Jangan sampai lembaga pembiayaan menjadi alat penindas rakyat kecil dan bertindak seolah di atas hukum,” kata salah satu tokoh masyarakat.
Tak tinggal diam, Hendra dan keluarganya menyatakan siap melaporkan kasus ini ke Polres Pohuwato agar bisa diproses secara hukum. Mereka berharap agar kejadian ini menjadi perhatian serius bagi otoritas terkait dan tidak kembali terulang terhadap konsumen lain.
Kasus ini mencerminkan ketimpangan dalam perlindungan hukum terhadap konsumen dan menjadi peringatan agar perusahaan pembiayaan mematuhi hukum yang berlaku. Bagi warga seperti Hendra, ini bukan sekadar kehilangan kendaraan—ini tentang hak, keadilan, dan harga diri.(Rey)