Arman Naway Tegas Dukung Penertiban Tambang Ilegal di Boalemo: Dorong Pemerintah Segera Terbitkan IPR
Daftar Isi
RNN.com - Boalemo (10/6/2025) — Kisruh tambang emas di wilayah Paguyaman dan Dulupi, Kabupaten Boalemo, terus menuai sorotan. Banyak masyarakat mengeluh kepada pemerintah akibat dihentikannya aktivitas penambangan yang selama ini menjadi sumber penghasilan.
Sebelumnya, warga Desa Dulupi, Heru Djibu dan sejumlah aktivis senior yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Ampibi, yakni Harjon Yunus, Kamil Damisi, dan Iton Popa, telah menyuarakan keresahan masyarakat. Mereka mendesak pemerintah agar segera mencarikan solusi konkret untuk rakyat, khususnya bagi para penambang kecil yang kehilangan penghasilan akibat penertiban tambang ilegal.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Boalemo yang juga Ketua Fraksi NasDem, Arman Naway, S.H, memberikan tanggapan langsung saat ditemui di sela-sela jam istirahatnya, dengan pernyataan yang tegas dan lugas.
Arman menyatakan dukungannya terhadap langkah tegas Kapolres Boalemo dalam menertibkan tambang ilegal yang dinilai telah merusak lingkungan dan tidak memiliki izin resmi.
"Saya mengapresiasi tindakan Kapolres Boalemo yang telah melakukan penertiban. Memang situasi ini dilematis, karena di satu sisi masyarakat kehilangan mata pencaharian, namun di sisi lain, aktivitas penambangan ilegal jelas melawan hukum dan merusak lingkungan," ujar Arman.
Arman menegaskan bahwa masalah tambang ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal kepastian hukum dan perlindungan lingkungan. Ia mendesak pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten, agar segera mempercepat proses penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
"Negara harus hadir. Pemerintah harus segera menetapkan WPR dan menerbitkan IPR agar masyarakat bisa menambang secara legal, terkontrol, dan tidak merusak lingkungan," tegas Arman.
Ia juga mengingatkan bahwa IPR seharusnya hanya digunakan untuk tambang skala kecil, dengan peralatan sederhana. Menurutnya, penggunaan alat berat dalam tambang rakyat bertentangan dengan prinsip IPR, karena justru memberi ruang kepada pengusaha besar untuk mengambil alih potensi tambang, sementara masyarakat kecil hanya menjadi buruh.
"Kalau sudah pakai excavator, itu bukan tambang rakyat. Harus dibedakan antara rakyat yang menambang untuk bertahan hidup dengan korporasi besar yang mengejar keuntungan besar-besaran," ungkapnya.
Arman turut mengkritisi lambannya respon pemerintah daerah dalam mengusulkan WPR. Ia menyayangkan bahwa Boalemo tertinggal jauh dibandingkan Kabupaten Pohuwato yang sejak lima tahun lalu sudah masuk dalam peta WPR, walau masih menunggu proses IPR.
"Sejak awal kami sudah desak agar WPR Boalemo segera diusulkan. Baru tahun ini itu direspon. Harusnya dari dulu sudah disiapkan. Kalau tidak ada WPR, bagaimana masyarakat bisa dapat IPR?"
Menurut Arman, legalisasi pertambangan rakyat adalah satu-satunya solusi agar aktivitas tambang bisa diawasi, dikelola bersama, dan tidak menimbulkan konflik sosial seperti perkelahian antar keluarga karena persoalan lahan.
"Kalau legal, ada payung hukumnya. Pemerintah bisa awasi, bisa kontrol limbah, bisa edukasi soal dampak lingkungan. Tapi kalau dibiarkan ilegal, masyarakat bisa bertikai hanya karena berebut lokasi tambang. Bahkan sudah ada kasus kakak-adik bertengkar," bebernya.
Lebih lanjut, Arman menekankan bahwa dalam konteks IPR, pengelolaan tambang seharusnya dilakukan oleh koperasi, komunitas, atau lembaga rakyat yang terorganisasi, bukan oleh pemilik modal besar.
"Kalau rakyat sendiri tidak memiliki excavator, akhirnya mereka cuma jadi kuli. Kita harus pastikan bahwa tambang rakyat benar-benar untuk rakyat, bukan rakyat jadi korban dari investasi yang membabi buta."
Di akhir pernyataannya, Arman menegaskan kembali dukungannya terhadap tindakan hukum yang dilakukan Polres Boalemo, sambil berharap ada percepatan regulasi di tingkat provinsi dan pusat agar masyarakat Boalemo mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum dalam aktivitas pertambangan.
"Saya tidak pernah mendukung aktivitas ilegal. Tapi saya juga tidak bisa menutup mata bahwa masyarakat butuh makan. Maka jalan tengahnya adalah percepat WPR dan IPR. Jangan biarkan masyarakat menggantung nasib di tambang ilegal selamanya," pungkasnya.(Rey)