Ledakan Pengangguran dan Rekrutmen Diskriminatif, Negara Diminta Hadir untuk Rakyat

Daftar Isi

RNN.com
- Jakarta – Masalah pengangguran yang kini mencapai angka 7,2 juta jiwa kembali mencuat ke permukaan dan memantik keprihatinan banyak pihak. Pemerintah dianggap belum menunjukkan peran yang signifikan dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan yang semakin pelik. Bukan hanya soal maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), namun juga karena kebijakan yang dinilai kurang berpihak pada para pencari kerja.

“Ini bukan sesuatu yang bisa kita abaikan. Meski ini juga terjadi secara global, negara tetap harus hadir memberi solusi. Jutaan orang menganggur bukan sekadar statistik, tapi kenyataan pahit di sekitar kita,” ujar seorang pejabat publik saat menghadiri pembukaan bursa kerja di Kota Bekasi, yang disesaki lebih dari 25 ribu pencari kerja—jauh melebihi kapasitas tempat yang hanya menampung 2.500 peserta.

Kepadatan luar biasa dalam acara tersebut menjadi sorotan publik, terlebih setelah beredarnya pernyataan dari oknum HRD yang dianggap menyakitkan hati masyarakat. Ucapan seperti “Tuhan sudah turun kasih kerjaan” dan “ada malaikat dari kementerian” dinilai merendahkan perjuangan para pencari kerja yang tengah berjuang keras.

“Kalau benar ada pernyataan seperti itu, itu sangat tidak pantas! Rakyat datang dengan harapan, bukan untuk dijadikan bahan candaan,” ujarnya geram.

Kritik juga dilontarkan terhadap sejumlah syarat rekrutmen kerja yang dianggap diskriminatif, seperti batas usia, status pernikahan, hingga penampilan fisik. Banyak kalangan mendesak pemerintah untuk segera mencabut kriteria semacam “berpenampilan menarik” atau “belum menikah”, kecuali untuk bidang-bidang pekerjaan yang secara logis memerlukannya seperti penerbangan atau industri hiburan.

“Kalau semua kerjaan pakai syarat good looking, ini negara mau diarahkan ke mana? Kita butuh kompetensi, bukan kompetisi tampang,” tegasnya.

Dalam kondisi yang makin memanas, pemerintah diingatkan untuk menunjukkan keberpihakan nyata pada rakyat. Negara tidak bisa hanya menjadi pengatur lalu lintas ekonomi, tetapi harus menjadi penjaga hak-hak dasar warganya, terutama dalam hal mendapatkan pekerjaan yang layak.

“Aturan ketenagakerjaan dibuat oleh negara, maka tanggung jawab moral dan hukum juga ada pada negara. Jangan sampai kepentingan segelintir kelompok lebih diutamakan daripada kebutuhan jutaan rakyat,” tutupnya.

Desakan untuk segera merevisi sistem ketenagakerjaan dan memperbaiki proses rekrutmen nasional pun terus meningkat. Di tengah tekanan ekonomi dan krisis kepercayaan, masyarakat kini menanti langkah konkret dari pemerintah—bukan sekadar retorika atau simbolisme belaka.(Supriyadi)

Tak-berjudul81-20250220065525
dr-H-Syarif-Hidayatulloh-Sp-B-FICS-AIFO-K-DIRUT-RSUD-LOMBOK-TIMUR-20250219-201701-0000-1