Diduga Langgar Aturan, Apotek Samari-Fostina di Jakarta Jual Psikotropika Tanpa Prosedur Resmi

Daftar Isi

RNN.com
Jakarta, 17 Mei 2025 – Tim investigasi media menemukan dugaan pelanggaran serius dalam praktik penjualan obat-obatan psikotropika di Apotek Samari-Fostina, yang berlokasi di Jakarta. Apotek ini diduga dimiliki oleh seorang dokter spesialis kejiwaan (dr. SPKJ) bernama Jimmy MP. Aritonang dan apoteker Rianda Asrul, S.Farm, Apt.

Hasil investigasi menunjukkan adanya praktik penjualan obat-obatan psikotropika secara bebas, tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Obat-obatan yang seharusnya hanya bisa diberikan berdasarkan resep dokter dan pemeriksaan menyeluruh diduga dijual secara terbuka, tanpa kontrol ketat.

Lebih mengejutkan lagi, dalam pengakuan pihak apotek, konsultasi dokter diklaim dilakukan berdasarkan data pasien yang sesuai dengan KTP. Namun, hasil penelusuran tim lapangan menemukan bahwa beberapa KTP yang digunakan ternyata fiktif. Hal ini menimbulkan indikasi pemalsuan data yang bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.

Tak hanya itu, dokter yang bersangkutan juga diduga tidak memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang sah. Padahal, sesuai aturan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), setiap praktik dokter wajib mencantumkan nama lengkap, gelar, spesialisasi, nomor SIP, serta jam praktik pada papan nama yang terpasang secara jelas di tempat praktik, dengan ukuran dan tampilan sesuai ketentuan (maksimal 60 x 90 cm, latar putih tulisan hitam).

Apoteker yang bertanggung jawab pun dinilai lalai dalam menjalankan peran pengawasan operasional sebagaimana diatur dalam regulasi kefarmasian nasional. Sebagai profesi yang memiliki tanggung jawab penuh atas pengelolaan apotek dan peredaran obat, apoteker semestinya menjadi garda terdepan dalam menjamin keamanan dan legalitas obat yang beredar.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada tindakan tegas dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dewan Kehormatan Kedokteran, maupun Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dugaan pembiaran ini menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat tentang efektivitas pengawasan terhadap praktik medis dan farmasi di lapangan.

Praktik semacam ini sangat meresahkan dan berpotensi membahayakan kesehatan publik. Penggunaan psikotropika secara tidak terkendali bisa menimbulkan ketergantungan, penyalahgunaan, hingga dampak sosial dan hukum lainnya.

Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan segera menindaklanjuti temuan ini dengan melakukan investigasi lebih lanjut, serta memberikan sanksi sesuai hukum yang berlaku jika terbukti terjadi pelanggaran.

Tak-berjudul81-20250220065525
dr-H-Syarif-Hidayatulloh-Sp-B-FICS-AIFO-K-DIRUT-RSUD-LOMBOK-TIMUR-20250219-201701-0000-1