Aktivis 98 Tegas Tolak Wacana Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto
RNN.com - Yogyakarta, 24 Mei 2025 — Sejumlah aktivis reformasi 1998 dari berbagai kampus dan elemen masyarakat menggelar kegiatan refleksi dan peringatan Reformasi 98 di kawasan Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan mahasiswa dan aktivis dari berbagai kampus seperti GSPN, Kampus III, serta sejumlah pegiat sosial dan demokrasi lainnya.
Ketua panitia menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ajang berkumpul, melainkan sebuah upaya mengingatkan kembali seluruh elemen bangsa terhadap cita-cita luhur reformasi 1998. Mereka menilai bahwa kondisi negara saat ini sangat jauh dari semangat reformasi yang diperjuangkan lebih dari dua dekade silam.
"Demokrasi kita hari ini sedang diinjak-injak. Penegakan hukum pun masih jauh dari harapan," tegas ketua panitia. Ia menambahkan bahwa kegiatan ini juga menjadi momen penolakan terhadap wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.
Dalam orasinya, para aktivis menyatakan bahwa wacana tersebut tidak hanya melukai hati para korban Orde Baru, tetapi juga mencederai semangat perjuangan reformasi. “Kami dengan tegas menolak Soeharto diberi gelar pahlawan nasional. Demokrasi hari ini bukanlah hasil pemberian, tapi buah dari perjuangan panjang, penuh air mata, bahkan nyawa,” ujar Harun Rajiku, salah satu koordinator aksi.
Ais Mustapa, koordinator penggalangan dana acara, menambahkan bahwa masih banyak tokoh bangsa lain yang lebih layak untuk diberi gelar pahlawan, seperti Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang memiliki rekam jejak kuat dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan demokrasi.
Para peserta aksi juga mengingatkan kembali tragedi-tragedi kelam masa Orde Baru seperti pembunuhan aktivis buruh Marsinah, penghilangan paksa aktivis 98 yang belum ditemukan hingga kini, serta pembantaian massal pasca-1965 yang menewaskan ratusan ribu orang tanpa proses hukum.
“Simbolisasi dari tengkorak-tengkorak ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap mereka yang dihilangkan paksa, dibunuh, karena berani melawan kezaliman. Kami ingin negara hadir, bukan justru melupakan,” tutur seorang peserta aksi.
Acara ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap bersama oleh seluruh elemen yang hadir. Mereka menyerukan agar perjuangan reformasi terus dilanjutkan dan cita-cita 1998 kembali ditegakkan, demi Indonesia yang benar-benar demokratis, adil, dan menghargai sejarah.(Supriyadi)