Wartawan Teropong Rakyat Jadi Korban Kekerasan Saat Liput Peredaran Obat Terlarang di Tanah Abang
RNN.com - Jakarta – Insiden kekerasan yang menimpa Rizky, seorang wartawan dari media online Teropong Rakyat, kembali menjadi sorotan publik setelah diserang saat menjalankan tugas peliputan di Jalan K.S. Tubun, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Senin (21/4/2025). Kejadian ini memunculkan kekhawatiran baru terkait keselamatan jurnalis dan kebebasan pers di Indonesia.
Peristiwa bermula ketika Rizky tengah melakukan peliputan mengenai maraknya peredaran obat keras terbatas, khususnya Tramadol, di kawasan tersebut. Saat mendokumentasikan aktivitas penjualan ilegal itu, Rizky dan timnya diintimidasi dan dikejar oleh sekelompok orang yang diduga merupakan bagian dari jaringan pengedar.
Mirisnya, usai melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tanah Abang, Rizky kembali menjadi korban penyerangan ketika keluar dari kantor polisi. Ia mengalami luka serius, termasuk patah tulang, akibat serangan tersebut. Rizky mengaku kecewa atas sikap polisi yang dianggap tidak sigap dan hanya mengarahkannya ke unit narkoba tanpa memberikan perlindungan atau perhatian yang layak.
“Kami melintasi Jalan K.S. Tubun dan melihat langsung penjualan Tramadol secara terang-terangan. Ketika kami rekam, kami justru dikejar. Untungnya warga menolong kami. Namun saat melapor ke Polsek Tanah Abang, kami justru dianggap remeh dan hanya diarahkan ke unit narkoba. Setelah keluar dari kantor polisi, kami diserang lagi dan saya mengalami luka cukup parah,” ujar Rizky.
Kepala Redaksi Teropong Rakyat, Romli, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja aparat kepolisian. Ia menilai respons Polsek Tanah Abang sangat tidak profesional dan berencana melayangkan surat pengaduan ke Propam Polda Metro Jaya.
“Kami kecewa dengan sikap aparat yang seharusnya melindungi masyarakat, termasuk wartawan. Wartawan kami diserang, sementara peredaran obat-obatan terlarang dibiarkan begitu saja. Ini jelas mencoreng fungsi sosial kepolisian,” tegas Romli.
Di sisi lain, warga sekitar Jalan K.S. Tubun menyatakan bahwa aktivitas jual beli Tramadol sudah berlangsung lama tanpa tindakan tegas dari aparat. Mereka menduga ada praktik setoran yang membuat jaringan tersebut merasa aman dan tak tersentuh hukum.
“Mau diapain juga, tetap jalan. Kayaknya udah setor ke oknum. Prihatin banget sih,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Kondisi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap peredaran obat terlarang, yang tak hanya mengancam kesehatan masyarakat tapi juga memicu kriminalitas. Pemerintah dan aparat penegak hukum dituntut untuk bertindak tegas dalam menanggulangi peredaran Tramadol di kawasan tersebut.
Pemerintah Kota Jakarta Pusat, melalui Dinas Kesehatan, memiliki peran penting dalam menangani persoalan ini, tidak hanya melalui penindakan tetapi juga dengan edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-obatan.
Kasus ini menjadi refleksi buruk terhadap sistem pengawasan dan penegakan hukum di ibu kota. Pemerintah bersama aparat keamanan harus menunjukkan komitmen nyata dalam menjamin keselamatan jurnalis serta memberantas peredaran obat-obatan terlarang. Kepercayaan publik hanya bisa dibangun lewat langkah konkret dan keseriusan dalam melindungi hak masyarakat atas informasi dan kesehatan.(Supriyadi)