APDESI Diduga Terlibat dalam Pembebasan Lahan untuk Proyek PIK-2 Milik Aguan & Anthoni Salim

Daftar Isi


RNN.com
Tangerang – Dugaan keterlibatan Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) dalam pembebasan lahan untuk proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) yang dikelola oleh Aguan dan Anthoni Salim kembali mencuat. Hal ini terungkap setelah tim advokasi dari Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR PTR) mendapati fakta di lapangan yang mengindikasikan peran APDESI dalam proyek tersebut.

Saat mengunjungi Desa Munjung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Sabtu (25/1), tim advokasi menemukan Sungai Kalimalang, sumber penghidupan warga, telah ditimbun sepanjang 3 kilometer. Sungai selebar 20 meter itu sebelumnya digunakan untuk kebutuhan irigasi dan tambak warga.

Dalam perjalanan, tim secara tidak sengaja melewati sebuah kantor dengan tulisan besar “KANTOR PEMBEBASAN PROYEK PT KUKUH MANDIRI LESTARI, DIDUKUNG APDESI KABUPATEN TANGERANG.” Foto kantor tersebut diabadikan oleh tim sebagai bukti keterkaitan APDESI dengan proyek pembebasan lahan untuk PIK-2.

Warga Desa Munjung Mengungkap Kesaksian
Empat warga Desa Munjung—dua petambak, seorang petani, dan seorang mahasiswa—mengungkapkan bahwa peran aparat desa sangat signifikan dalam proses pembebasan lahan. Mereka menyatakan bahwa kepala desa kerap menjadi perwakilan pengembang yang memaksa warga menjual tanah mereka dengan harga rendah, yaitu Rp50 ribu per meter.

“Tanah sawah yang siap panen langsung diurug tanpa menunggu proses panen. Kami bingung, mengadu ke kepala desa, tapi kepala desa justru mengatakan tanah itu sudah menjadi bagian proyek PIK-2,” ujar salah satu warga.

Harga yang ditawarkan jauh di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp141 ribu per meter, bahkan di bawah harga pasar yang berkisar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per meter. Banyak warga yang terpaksa menerima harga tersebut meski pembayaran belum lunas hingga saat ini.

Seorang petambak yang menolak menjual tanahnya bahkan menghadapi tekanan. Sungai Kalimalang yang menjadi sumber air tambaknya ditimbun oleh pengembang, menyebabkan tambaknya mati. Sebelumnya, tambak itu mampu menghasilkan pendapatan hingga Rp210 juta per tahun dari tiga kali panen.

APDESI Diduga Berperan Aktif
Dalam proses pembebasan lahan, transaksi tidak dilakukan langsung oleh pihak pengembang atau PT Kukuh Mandiri Lestari. Sebaliknya, kepala desa menjadi perantara yang bekerja sama dengan calo dan preman. Hal ini menempatkan warga desa dalam posisi sulit, menghadapi kepala desa mereka sendiri.

“APDESI melalui kepala desa berperan sebagai aktor lapangan dalam perampasan tanah rakyat. Pemerintah perlu memeriksa seluruh kepala desa di wilayah proyek PIK-2 karena mereka telah berbuat zalim terhadap rakyatnya sendiri demi kepentingan oligarki,” ujar Ahmad Khozinudin, S.H., Koordinator TA-MOR PTR.

Seruan untuk Pemerintah
Masyarakat mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap kasus ini. Tidak hanya fokus pada proyek reklamasi yang merampas laut, pemerintah juga diminta melindungi hak-hak warga yang menjadi korban perampasan tanah di daratan.

Korban berharap tanah mereka yang telah diurug dapat dikembalikan, karena tanah tersebut merupakan sumber utama penghidupan mereka. Warga juga menyatakan kesiapan untuk mengembalikan uang muka yang telah diterima dari pengembang.

Kasus ini menambah daftar panjang permasalahan agraria di Indonesia, sekaligus menguatkan tuntutan untuk menghentikan praktik-praktik perampasan tanah oleh pihak-pihak berkepentingan.

(Supriyadi)