Binsar Siadari : Bila Konsumen Elpiji 3 Kg Dirugikan, Tindak Tegas Oknum Yang Malpraktik Distribusi !

Daftar Isi


RNN.COM, MUSI RAWAS-SUMATERA SELATAN |

Penulis : Binsar Siadari

Beberapa hari ini telah terjadi kelangkaan gas elpiji 3 kg di berbagai wilayah, khususnya di Kecamatan Megang Sakti, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Selain harga mencapai Rp 30 ribu per tabung 3 kg, barangnya juga cukup sulit untuk didapatkan. Akibatnya banyak konsumen yang menjerit, tidak memiliki persediaan untuk keperluan rumah tangganya.

Kalaupun pendistribusian atau manakala truk pengangkut pembawa gas bersubsidi dari pemerintah tersebut datang, tapi sebagian oknum pemilik pangkalan, seringkali lebih mengutamakan mereka-mereka yang membeli dengan jumlah besar dengan cara memborong menggunakan mobil-mobil kecil untuk mengangkutnya. Maka tak heran jika dalam waktu sekejap, elpiji gas 3 kg yang diperuntukkan untuk warga sekitar pangkalan pun, seketika nyaris tak tersisa.

Tidak jarang masyarakat sekitar pangkalan, mengeluhkan tidak mendapatkan gas elpiji 3 kg, walaupun yang dibutuhkan hanya sebatas untuk keperluan rumah tangganya. Hal ini sebenarnya sudah merupakan lagu lama, yang acap kali terjadi dan terbukti telah merugikan konsumen karena harus membeli dengan harga yang melambung. Sementara tindakan dan ketegasan dari pihak terkait secara konkrit dilapangan, boleh dikatakan tidak ada. Sehingga pemandangan seperti ini, terkesan sah-sah saja atau bukan sesuatu masalah. Meskipun seperti kita ketahui, persoalan gas elpiji 3 kg ini bukanlah persoalan personal, tapi menyangkut kebutuhan masyarakat banyak yang membutuhkan penanganan serius.

Seperti yang telah saya singgung sebagian tadi diatas, tentu timbul pertanyaan di benak kita, apa-apa saja faktor penyebab hingga elpiji 3 kg ini menjadi langka ?

Menurut pendapat saya, ada beberapa hal penyebabnya, baik dari sisi harga, distribusi dan juga kebijakan subsidi.

Pemicu pertama kelangkaan gas elpiji 3 kg adalah adanya perbedaan harga yang terpaut jauh, antara gas elpiji 3 kg dengan gas elpiji 12 kg. Akibat dari selisih harga tersebut, membuat banyak pengguna gas elpiji 12 kg berpindah menjadi pengguna gas elpiji 3 kg. Selain murah, banyak konsumen 12 kg yang berpindah ke 3 kg karena dianggap praktis, mudah dibawa. Konsumen kaya pun tak malu-malu menggunakan gas elpiji 3 kg tak terkecuali di wilayah Kecamatan Megang Sakti.

Penyebab kedua, terjadi penyimpangan distribusi gas elpiji 3 kg. Semula pola distribusi gas elpiji 3 kg bersifat tertutup, artinya konsumen yang berhak saja yang boleh membelinya. Sekarang distribusi tersebut bersifat terbuka/bebas, sehingga siapa pun bisa membelinya. Disinilah menurut saya, komitmen pola distribusi elpiji bersubsidi dari pemerintah dipertanyakan, yang merupakan salah satu sumber biang kerok permasalahannya.

Maka akibat dari perbedaan harga maupun faktor adanya penyimpangan distribusi dimaksud, hingga terjadilah perpindahan dari pengguna 12 kg menjadi pengguna 3 kg. Karena harga 12 kg dianggap sangat mahal sementara harga 3 kg sangat murah, karena disubsidi.

Kondisi ini makin di perparah lagi manakala bila terjadi penyimpangan berupa pengoplosan oleh oknum distributor dan atau agen nakal, seperti yang sering terjadi yang kita dengar lewat pemberitaan media. Dan bukan tidak mungkin, hal itu juga bisa terjadi di wilayah Kabupaten Musi Rawas. Mereka mengoplos demi mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar.

Oleh karena itu, jika pemerintah memang serius untuk memasok konsumen menengah bawah dengan subsidi gas elpiji, maka tingkatkan pengawasan terhadap potensi penyimpangan distribusi. 

Pemda bekerjasama dengan pihak Aparat Penegak Hukum semestinya turun kelapangan, sebab ini menyangkut kepentingan atau kebutuhan masyarakat banyak. Untuk melakukan pengawasan lebih intensif, dengan tindakan nyata, bukan hanya mendengar dan menanggapi permasalahan ini dengan bahasa-bahasa formal saja. Berikan sanksi tegas bagi oknum distributor/agen yang terbukti melakukan malpraktik distribusi apalagi bila ditemukan melakukan pengoplosan. Teramat khusus bagi pihak PT Pertamina, harus tegas untuk memutus kerjasama dengan distributor nakal. Tanpa hal itu maka penyimpangan distribusi dan pelanggaran hak-hak konsumen menengah akan semakin besar. Mendapatkan gas elpiji dengan harga terjangkau adalah hak konsumen yang harus dijamin keberadaannya.

Ada banyak hal sebenarnya yang ingin disampaikan, tapi sebagai konsumen dan warga masyarakat Megang Sakti, paling tidak saya menyampaikan apa yang merupakan harapan oleh sebagian besar warga di wilayah ini.

Demikian sedikit pandangan atau pendapat saya, terkait kelangkaan gas elpiji, khususnya di wilayah Kecamatan Megang Sakti.

(*) Penulis adalah merupakan Wartawan Media Nasional Mitra Mabes dan Lingkaran Istana, Perwakilan Sumatera Selatan.